Kategori: Ospek Oleh: Aldo Fernando, Mahasiswa Agroteknologi Fakultas Pertanian 2013, Universitas Padjadjaran Bandung Cara palid ampuh untuk merusak anak muda adalah menyuruhnya menjunjung tinggi mereka yang berpikir sama ketimbang mereka yang berpikir berbeda Friedrich Nietzsche, pemikir Jerman (1844-1900) Mahasiswa baru ( Maba) datang, ospek pun menyambut. Ibarat cantou putera raja yang disambut para selir yang cantik nan menawan, ospek menjadi sebuah ritual suci yang seksi di setiap tahun penerimaan mahasiswa baru. Oh mahasiswa baru8230 Kami telah menunggu kedatanganmu dengan persiapan yang mewah. Mendekatlah kepada kami, wahai raja dan ratu baru di kampus ini Nikmatilah pertunjukan ini Begitulah kira-kira sekelumit penggambaran mengenai rayuan simbolik dari para panitia ospek (dan juga para dosen penanggungjawab) untuk para mahasiswa baru. Nah. Sebelum kita tenggelam dalam permainan kata ospek bersama dengan segala tetek-bengek nya, ada baiknya kita perlu melemparkan sebuah pertanyaan mendasar: apa sih ospek itu Ospek adalah singkatan dari orientasi studi dan pengenalan kampus. Ospek, pada dasarnya, adalah rangkaian kegiatan, masa, penyambutan mahasiswa baru dalam rangka membantu mereka untuk dapat mengenal lingkungan akademis barunya. Hal ini dapat dilakukan, por exemplo. Mulen dengan memberikan pemaparan informasi mengenai keberadaan lokasi gedung-gedung fakultas, rektorat, fasilitas-fasilitas kampus pengenalan struktur rektorat, BEM dan BPM tingkat universitas (dan juga tingkat fakultas) pengenalan Unidade Kegiatan Mahasiswa (UKM) pengenalan rektor, wakil rektor dan juga segenap jajarannya (Dosen, staff fakultas, dll) sampai pada memberikan materi, diskusi ataupun dengan mendatangkan beberapa tokoh intelektual yang akan mampu merangsang minat dan kekritisan mahasiswa baru dlsb. Pada intinya, ospek adalah rangkaian prosesi pengenalan mengenai ikhwal seputar kampus dengan pelbagai komponen di dalamnya, penginjeksian nilai-nilai luhur yang mengakar dalam suatu kampus, suatu rangkaian kegiatan pencicipan atmosfer kampus, yang ditujukan bagi para mahasiswa baru. Dengan demikian, tujuan dasar dari ospek ialah, antara lain, untuk membentuk jejaring makna dalam diri mahasiswa baru menjadi manuscrito yang berdaya intelektual yang aktif, berpola pikir kritis, bermo-ral, dan, pada tujuan khususnya, mampu menghasilkan angkatan yang kompak dan memiliki rasa Kekeluargaan yang tinggi, trocadilho mampu memahami ikhwal kondisi dan keadaan seputar kampus (dan pelbagai hal yang ada didalamnyatermasuk semangat perjuangan akademik kampus). Jika kita memahami hakikat dari tujuan dari kegiatan ospek seperti yang telah sedikit digambarkan di atas, rupanya, kita kemungkinan besar akan menyetujui penyelenggaran dan penerapan kegiatan ospek tersebut bagi para mahasiswa baru. Lalu, pertanyaannya adalah apakah penyelenggaraan kegiatan ospek di Indonésia, terutama di lingkungan Universitas Padjadjaran, sudah berjalan sesuai dengan khittah nya Apakah ospek sesuai dengan judul tulisan ini merupakan sebuah pencerahan ataukah sebuah ambivalensi Sebuah penindasan terselubung Di dalam tulisan ini saya ingin mencoba untuk homens-côvado Dan meng-gelitik ingatan, kekritisan dan kesadaran kita mengenai hakikat ospek, yang selama ini telah kita andaikan begitu saja sebagai sesuatu yang memang sesuai dengan kebutuhan mahasiwa, tanpa cacat dan ekses-ekses negatif dalam pelaksanaannyayang juga menjadi sebuah ritual wajib di setiap tahun perkuliahan baru . Aparentemente. Pada kesempatan ini kita akan mencoba menyelami lautan negatif dari penyelenggaraan ospek, dan lalu, kita juga akan mencoba memecah membran-membran naif yang menyelubungi pelbagai maksud baik dari kegiatan ospek. Di sini kita akan berziarah dalam bentang areal ekses-ekses negatif yang ada dalam penyelenggaraan ospek di kampus-kampus da Indonésia. Penyelenggaraan ospek, yang selalu didasari pada sejumlah tujuan luhur. Sejam: uma pessoa do sexo feminino, uma pessoa do sexo feminino, uma pessoa do sexo feminino, uma pessoa do sexo feminino, uma pessoa do sexo feminino, uma pessoa do sexo feminino, uma pessoa do sexo feminino, uma pessoa do sexo feminino. Nampaknya, masih mengandung ekses-ekses negatif dan simptom-simptom virus derivative sebagai warisan dari generasi mahasiswa sebelumnya. Maksudnya, kegiatan ospek, sayangnya. Dari dulu sampai saat ini, masih mengandung sejumlah vírus menular yang mengakar dan berkembangbiak, di dalam tubuh kegiatan ospek, yang lalu membuat ospek selalu terjangkit penyakit (dan berarti tidak sehat). Lantas, apa saja gejala-gejala yang menunjukkan bahwa kegiatan ospek terjangkit penyakit turunan Untuk mendiskusikan pertanyaan di atas saya akan mencoba meminjam pemaparan Bayu Rian Ardiyansyah ketika Ia menjelaskan pemikiran Rizky Abdurachman, seorang pengacara di kantor Adiwilaga amp Co. dalam sebuah berita on-line yang Berjudul Diskusi MLI: Kupas Permasalahan Hukum Ospek di Perguruan Tinggi Indonésia 1. Menurut Rizky, dalam Ardiyansyah (2014), pelaksanaan ospek di Indonesia, dalam gerak perkembangannya, seringkali berganti nama, berganti topeng, namun, tanpa ada perubahan dalam metodenya. Hal tersebut dapat kita telisik dari gejala masih adanya saya masih mengikuti alur pemikiran Rizky aspek kekerasaan di dalam ospek yang entah disadari atau tidak telah melanggar hukum yang berlaku. Apa yang dimaksud dengan melanggar hukum yang berlaku Mari kita simak penggalan dari pemikiran Rizky, dalam Ardiyansyah (2014) di bawah ini, Ospek memang akan selalu berkaitan dengan hukum karena sejak lahir setiap manuscrito merupakan subjek hukum dengan segala hak dan kewajibannya, termasuk mahasiswa. Pelanggaran akan Hak Asasi Manusia (HAM) berupa tindakan penyiksaan jasmani maupun rohani bisa diproses secara hukum pidana dengan pasal penganiayaan atau kelalaian. Adapun metode ospek yang berpotensi melanggar HAM di antaranya termasuk kegiatan yang membebani fisik atau menekan psikologis pesertanya di luar batas kewajaran daya tubuh manusia, seperti misalnya longo março atau jurit malam yang digabung dengan wide game. Sekarang, kita perlu mendiskusikan dua frase yang sengaja saya comot dari kutipan di atas: 1) kegiatan yang membebani fisik atau 2) menekan psikologis peserta di luar batas kewajaran daya tubuh manusia. Kita akan membahas poin pertama terlebih dahulu: kegiatan yang membebani fisik. Dalam pelaksanaan ospek di banyak universitas de Indonésia termasuk di Unpad masih dijangkiti vírus pembalasan dendam senior atas junior. Mulai dari aras rendah sampai pada aras ekstrem. Pada aras rendah (yang tetap saja disebut sebagai kegiatan yang membebani fisik), misalnya yang terjadi di Unpad, masih terdapat beberapa manifestasi kekerasan fisik, entah itu dengan dalih untuk membuat maba (mahasiswa baru) memiliki fisik dan kuat mental, entah sebagai hasil dari konsekuensi Akibat maba melanggar tata tertib dalam pelaksanaan ospek (perlu diingatkan lagi di sini bahwa ospek di pelbagai fakultas dan universitas de Indonésia memiliki manifestasi-nama yang berbeda-beda, namun tetap dijangkiti gejala penyakit yang sama: penyakit turunan). Por exemplo . Di beberapa fakultas di Unpad, dalam pelaksanaan ospek, masih terdapat adanya penerapan hukuman push up sampai puluhan kali yang begitu melelahkan, yang dalam drinkapa momen, tidak memiliki alasan yang jelas selain sebagai konsekuensi sebagaimana diklaim para panitia ospek dari kesalahan yang dibujos por kelompok atau bahkan Satu angkatan ospek. Dan hal tersebut disertai dengan nada-nada keras yang, menurut saya, definindo untuk tegas de menguji psikologis (hal ini akan dijelaskan setelah ini). Lalu, pada aras tinggi (ekstrem), tentu masih segar dalam ingatan kita comtoh terbaru mengenai kasus kekerasan fisik yang, ini sangat menyesakkan, menhorean seorang mahasiswa baru bernama Fikri Dolasmantya Surya, dalam pelaksanaan Orienta Kemah Bakti Desa yang dilaksanakan pada Oktober 2013 (berita Tewasnya Fikri merebak pada sekitar bulan Desember di tahun yang sama) lalu di kawasan Goa Cina, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Malang, Jawa Timur, yang digelar jurusan Planologi ITN Malang.2 Mengingat-ingat kembali kasus-kasus kekerasan fisik yang terjadi dalam pelaksanaan ospek di Banyak kampus di Indonesia, membuat kita bertanya penuh heran, dengan hati yang sesak, apa yang kehendak para panitia pelaksana ospek maui ketika mereka menindas (baik secara terang-terangan ataupun secara terselubung) para mahasiswa baru Baik, setelah mencoba memahami pemaparan poin pertama (1 Kegiatan yang membebani fisik), kita akan beranjak ke pembahasan poin kedua (2. menekan psikologis peserta di Luar batas kewajaran daya tubuh manusia). Pada poin kedua ini, pelanggaran dalam pelaksanaan ospek mengarah pada aspek kejiwaan, aspek psikologis. Nada-nada keras berbau ancaman yang keluar dari bibir seorang panitia ospek di bidang tata tertib, misalnya, akan membuat si Grace (sebagai contoh) trauma dan tertekan. Grace menjadi menganggap bahwa ospek lebih menyajikan kekerasan ketimbang pengarahan menuju hal yang positif. Ia, lalu, mengutuk ospek dengan penuh luka trauma, penuh luka diri. Ini adalah sekelumit contoh kecil yang seringkali terjadi di sekitar kita. Dan juga, dalam penyelenggaraan ospek di suatu fakultas (nama tak disebutkan) terdapat suatu sesi di mana para panitia yang diberi tugas khusus (misalnya, di bidang tata tertib) memarahi, memainkan nada kasar sambil menunjuk ke arah wajah mahasiswa baru. Dan aksi marah-memarahi ini dilakukan dengan posisi mulut panitia ospek tepat di depan hidung mahasiswa baru (maba). Hal yangmenjijikkan Sebuah gambaran penyelenggaraan ospek yang, pada akhirnya, malah menghasilkan manusia traumatis dan sinis. Ironis Plus. Ditambah dengan pelbagai bentuk ancaman para panitia ospek entah bernada halus, entah kasar kepada para maba yang tidak mematuhi aturan principal ospek dan fakultas, yang lagi-lagi terkadang kurang jelas dasarnya. Saya akan mengutip kembali pemaparan Ardiyansyah (2014, ibidem), Bahkan, anguan pengucilan dari himpunan mahasiswa, apabila tidak mengikuti ospek bisa dinilai sebagai pelanggaran persamaan harkat dan martabat. Dengan demikian, pelanggaran dalam pelaksanaan ospek, mengikuti pemaparan Ardiyansyah, terancam masuk ke dalam lingkaran pelanggaran hukum. Aku tak bisa menggunakan ruang gerak kebebasan eksistensial-ku secara otonom karena yang lain, yang berada di luar diri-ku (manuscrito, pano de fundo) telah membatasi diri-ku secara berlebihan dengan menindas kebebasan sosial-ku. Aku, saat ini, laiknya robot yang selalu menurut dengan apa yang mereka, suatu hal lain dalam realitas eksternal, maui, apa yang mereka (panitia ospek dan dosen penanggungjawab) kehendaki. Aku menjadi se-bentuk tubuh-tanpa-órgão corpo-sem órgãosseperti yang dikatakan Deleuze-Guattari (pemikir kontemporer Perancis) dalam karya mahsyur mereka. Ospek dan Pencerahan Max Horkheimer de Theodore Adorno, dua orang pemikir Jerman mazhab Frankfurt, dalam karyanya Dialéctica das Iluminações. Tepatnya pada bagian Excursus I: Odysseus ou Mito e Iluminismo. Memaparkan sebuah interpretasi mengenai pencerahan dann mitos.3 Horkheimer-Adorno, sebagaimana dipaparkan oleh Sumarwan (2009: 56-57), menggunakan Oddyseus. Karya Homeros (penyair besar Yunani kuno), yang ditafsirkan sebagai epos (cerita kepahlawanan) untuk mengurai problema mitos dan pencerahan. Bagi mereka berdua, karya Homeros tersebut mengandung mitos yang sekaligus pencerahan. Pada kesempatan ini saya akan mencoba untuk meringkaskan alur kisah Odysseus (tokoh utama dalam epos Homeros) seturut dengan pemaparan Sumarwan. Namun sebelum itu, ada baiknya kita terlebih dahulu memperjelas pemahaman kita mengenai penguin pencerahan dan mitos menurut tafsiran Horkheimer dan Adorno dalam Dialéctica do Iluminismo. Menurut Horkheimer-Adorno yang dalam penafsiran mengenai pencerahan amat dipengaruhi por Friedrich Nietzsche, pemikir besar asal Jermermerupakan sebentuk antitesis atas segala perwujudan dominasi. Pencerahan menjadi semacam pergerakan melawan dominasi mitos yang mengungkung kebebasan-diri manusia.4 Sedangkan mitos, menurut mereka berdua, adalah sebuah representasi dari dominain dewa-dewi di dunia-seberang ataupun kekuatan adikodrati atas octu manusia (Sumarwan, 2009: 58). Mitos, yang sering kita anggap sebagai sebentuk irrasionalitas (dan pencerahan sebagai sebuah rasionalitas), menurut Max Horkheimer dan Theodore Adorno mengandung pula aspek disiplin dan kekuasaan yangmenurut Francis Bacon adalah sebagai ciri pengetahuan (Sumarwan, 2009: 57). Menurut Horkheimer-Adorno, ciri terpenting dari mitos adalah prinsip keharusan nasib (necessidade fatal) 5. Maksudnya, para tokoh sudah digariskan nasibnya, sudah dideterminasi sejak awal (Sumarwan, Loc. Cit.). Em breve . Mitos, duende bagi Horkheimer-Adorno, adalah sebagai bentuk dominasi dan pencerahan, persis sebagai oposição dari mitos, sebagai perlawanan. Sekarang kita akan mencoba memahami kaitan Odysseus dengan pencerahan dan mitos dengan mengikuti penggambaran Sumarwan (2009: 58-67). Epos Odysseus ini merupakan kisah indiv. Manuscrito yang berupaya melawan nasib yang telah digariskan. Petualangan Odysseus dimulai ketika ia meninggalkan istri (Panelope) dan kampung halamannya (Ithaca) e um amigo do país. Troya guna membalas dendam atas kekalahan Yunani de Troya. Setelah berperang selama beberapa tahun yang panjang, ia berkat bantuan Poseidon, cantou Dewa Laut berhasil mengalahkan Troya. Namun, setelah hanyut dalam euforia kemenangan atas Troya, Odysseus dengan congkaknya berteriak ke langit dengan mengatakan bahwa inilah kemenangan manusia. Manusia, kata Odisseu. Tak butuh bantuan Dewa lagi. Odysseus bangga menjadi manusia. Kemudian, sejurus dengan itu, Poseidon yang mendengar nada kesombongan Odysseus merasa tersinggung dan naik pitam. Ia mengutuk Odysseus dan bersumpah untuk tidak akan membiarkan Odysseus dapat kembali ke Ithaca. Di sini nasib Odysseus digariskan. Ia, sekarang, perlu mencari jalan keluar yang cerdik untuk dapat memutuskan tali-nasib posar Poseidon yang diberikan kepadanya. Odysseus, singkatnya, berhasil melewati pelbagai godaan perwujudan mitis dari para dewa-dewi dan kekuatan adikodrati dengan mencoba mengorbankan dirinya (nah, pengorbanan-diri inilah yang akan kita bahas dalam kaitannya dengan ospek nanti). Ia, selama pelayarannya menuju kampung halaman, berhasil melewati godaan suara merdu yang mematikan dari Siren, sekelompok figur mitologis yang tinggal de sebuah pulau, dengan nekat melewati pulau tersebut dan mengorbankan dirinya diikat di tiang kapal (hal ini dilakukannya dengan cara membagi dua golongan kerja: I diikat di tiang dengan kedua telinga terbuka dan para anak buah kapalnya yang, ia haruskan untuk, menyumbat lubang telinganya sehingga tak mendengar alunan merdu-mematikan dari Siren dan juga Odysseus memerintahkan para anak buah kapalnya untuk mendayung lebih cepat apabila Odysseus menjerit, meronta untuk meminta Diarahkan ke pulau Siren. Dan, sesuai dengan kesepakatan awal, mereka berhasil lolos dari para Siren) 6. Lalu, ia pun berhasil lolos dari jeratan berbahaya Polyphemus raksasa penunggu gua mitis yang akan memakan manusia manapun yang memasuki guanya. Ia memperdaya Polyphemus dengan mengajaknya meminum anggur hingga mabuk dan lalu membutakan mata Polyphemus. Ia mengatakan, untuk menyamarkan identitasnya dengan memperkenalkan diri dan juga merupakan jawaban dari pertanyaan-wajib Polyphemus sebagai ninguém kepada Polyphermus .7 Hal tersebut mengakibatkan ia lolos dari jeratan para raksasa ganas penunggu gua tersebut, karena ketika para saudara raksasa Polyphemus menanyakan siapa yang telah melukai matanya Polyphemus menjawab ninguém. Bem, berarti, bagi mereka, para saudara Polyphemus, tak seorang pun yang telah melukai Polyphemus. Lalu kemudian, secara singkat, Odysseus berhasil menaklukan hati Dewi Circe yang memiliki hak untuk menyihir manusia tanpa obat penawar. Odysseus mengikuti kemauan Circe untuk memuaskan hasrat seksualnya (yang menawarkan kebahagiaan sekaligus kehancuran-diri) demi membebaskan teman-teman Odysseus yang dikutuk menjadi binatang. Setelah ia mengikuti hasrat Circe. Teman-temannya chatice dibebaskan. Namun, Odysseus berusaha mengingkari hasrat instingnya dan menolak untuk larut dalam Circe. Sementara itu, Circe malah terlanjur jatuh cinta kepada Odysseus dan, kemudian, membebaskan Odysseus dan memberi ke mana Odysseus harus berlayar. Dan, Petualangan paling menentukan adalah ketika Odysseus mencoba memasuki Hades (alam bawah tempat arwah orang yang sudah mati) untuk menanyai Teiresias bagaimana cara memadamkan amarah Poseidon. Setelah memberikan korban seekor kambing, Tereias chata langsung memberitahu Odysseus cara memadamkan bara amarah Poseidon. Seperti yang diuraikan Sumarwan (Ibid., Hal. 64), Tereias, kemudian, memberitahu bahwa Odysseus harus memanggul dayung di pundaknya dan terus bertualang sampai ia menjumpai orang yang tidak mengetahui laut dan tak pernah makan makanan yang diberi garam. Tindakan konyol Odysseus ini sontak membuat orang-orang heran dan menertawainya. Namun, kekonyolan ini, por Odysseus dipersembahkan untuk Poseidon. Ia mengorbankan dirinya menjadi bahan tertawaan orang dan aktor pilon sehingga Poseidon trocadilho, akhirnya, tertawa terbahak-bahak dan lupa atas kemarahannya dan lalu membiarkan Odysseus pulang ke kampung halamannya.8 Sekilas ketika kita membaca dengan penuh rasa kantuk (mungkin di antara kita bisa saja ada Yang menganggap karya mahsyur dari penyair besar Yunani Kuno ini, Homeros, sebagai sebuah dongeng sebelum tidur) dan mencoba memahami bagian mengenai Odysseus dan Petualangannya di atas, kita menjadi kurang menangkap apa maksud dan apa hubungan antara Odysseus dan (pelanggaran) ospek. Lalu, apa maksudnya Buku Dialectic of Iluminismo hasil karya patungan dari Horkheimer dan Adorno adalah sebentuk upaya untuk memetakan kemajuan pencerahan yang, secara ironis, malah menjadi mitos baru (setelah berupaya menghajar mitos lama) dan kebusukan sistem kapitalisme masyarakat moderno. Saya meminjam alur pembahasan sebuah ekskursus (Odysseus ou Mito e Iluminismo) yang terlampir di dalam buku tersebut via pemaparan Sumarwan untuk memetakan kondisi pelaksanaan ospek yang berupaya mencerahkan, namun malah terjebak sistem abstrak-rumit yang membuat ospek malah menjadi sebentuk dominasi-hegemoni para panitia ospek (Dan para dosen penanggungjawab). Kita bisa mengambil drinkapa intisari dari Epos Odysseus di atas untuk menguraikan problema ospek dan, kemudian, menghubungkannya dengan semangat manusia moderno. Mari kita padatkan inti permasalahan, hasil dari penggambaran kita mengenai perjuangan Odysseus di atas, menjadi tiga poin penting: Pengorbanan diri demi kemajuan (pencerahan), Menegakkan identitas-diri sebagai subjek aktif yang kemudian, secara paradoksal, malah mengaburkan identitas-diri dalam sistem abstrak , Dan Menipu-diri dengan berubah menjadi diri yang lain demi mencapai pencerahan. Kita akan mulai dari poin nomor satu (1). Salah satu semangat pencerahan, seperti yang ditafsirkan por Horkheimer-Adorno dalam karya mereka, adalah slogan korbankan dirimu demi memeluk kemajuan. Saya pikir hal ini memiliki gemanya dalam hal pelaksanaan ospek di kampus-kampus (terutama di Unpad). Para panitia ospek mendengungkan nyanyian-nyanyian merdu nan memabukkan yang isi liriknya tak lain adalah rayuan-rayuan ynag menjurus kepada pemaksaan-sikap yang mana mahasiswa baru (maba) dijajah kesadarannya untuk mempercayai slogan pencerahan ospek: korbankan dirimu demi memeluk kemajuan Kira-kira bunyi wejangan - wejangan para panitia ospek kepada para mahasiswa baru (maba) seperti ini: Kalian harus patuhi segala peraturan dan ketentuan pola penerimaan mahasiswa baru (ataupun dapat disebut juga sebagai pola pembinaan nama alias dari ospek). Jika kalian melanggar kalian harus penuhi konsekuensinya: empurre. Kami marahi, kami tekan secara psikologis8230 Pokoknya, kalian harus nikmati ini. Kalian harus korbankan beberapa momen dalam diri kalian. Kalian harus tanggalkan sejenak kekritisan kalian. Apontar nomor satu (1) ini adalah sebentuk representasi yang menjadi salah satu simptom penyakit turunan dalam ospek yang hampir selalu ditularkan dari para panitia ospek menuju darah-darah dan syaraf-syaraf mahasiswa baru. Hal tersebut, karena terinjeksi virus penyakit turunan, membuat mahasiswa baru (maba) harus cenderung mengalami gejala yang sama seperti seniornya, para panitia ospek, dan lalu, hal ini kemungkinan besar, jika para maba tidak berani, sadar dan menyembuhkan dirinya untuk mengembalikan kekritisan mereka Problema terhadap suatu. Akan kembali diturunkan kepada mahasiswa yang berada di bawah mereka (di bawah para maba). Dany, yang pasti hal ini akan menjadi hal yang menyedihkan kecuali bagi mereka yang masih terkungkung, masih terjangkiti vírus turunan yang secara tak sadar telah menjajah kesadaran mereka Selanjutnya kita akan fokus pada poin nomor dua (2). Poin ini merupakan bentuk representasi dari penyelenggaraan ospek yang memiliki paradoks. Pelaksanaan ospek yang kembali saya ulang membawa vírus-vírus penyakit turunan malah telah membentuk diri mahasiswa baru (maba) sebuah ke-tidak-jelas-an-identitaskarena ospek mengajarkan mahasiswa baru untuk terus menurut dan lantas tak mempertanyakan lagi mengapa ia harus berbuat demikian. Mengapa Aku harus melakukan hal ini Apa yang Aku dapatkan setelah Aku mengikuti hal ini Tidak adakah cara lain, yang lebih baik, ketimbang hukuman konsekuensi empurrar para cima seperti ini Apakah benar jika ospek yang diselenggarakan selama ini, entah di universitas, entah di tingkat fakultas (ataupun Jurusan), telah membentuk mahasiswa otentik, telah membentuk manusia yang memiliki identitas-diri Ataukah hanya ritual tahunan yang dianggap sakral yang di dalamnya Aku akan terjangkiti vírus pencerahan-palsu, yang akan membuatku menjadi mahasiswa pembalas dendam Apakah para panitia ospek memang benar-benar menginginkan Aku menjadi manuscrito kreatif, inovatif dan kritis Bukannya menjadi robô-robô yang menghabiskan daya-daya baterai yang dipasang di dalam tubuh-tanpa-organ ini Apakah Aku bisa percaya bahwa ospek ini bukanlah sebuah senioritas terselubung, sebuah ajang balas dendam yang dihaluskan dan dilegalkan Apakah , Sekarang, Aku dapat yakin bahwa Aku adalah Aku Bahwa Aku otentik Bahwa Aku otonom Bahwa kebebasan eksistensial dan kebebasan sosialku tidak direpresi sedemikian rupa oleh lembaga resmi di kampus untuk mengarahkan diriku dengan pelbagai pengetahuan dan kekuasaan ynag mereka miliki secara legal dan Apakah aku sekarang benar-benar yakin bahwa kesadaranku telah dijajah oleh semacam hegemoni yang memiliki relasi eksternal yang legal yang Benar-benar cerdas dan berkuasa atas diriku selam aku menjadi mahasiswa baru di kampus ini. Pertanyaan-pertanyaan reflektif di atas sengaja saya tulis untuk homens cúbito kesadaran-kritis kita dalam menanggapi pelaksanaan ospek di lingkungan terdekat kita. Para a panitia ospek yang mencoba membantu kita untuk membentuk dan memiliki identitas yang kuat, yang otentik, justru, secara paradojos, malah membuat kita kehilangan daya kritis dan menerima begitu saja apa yang diberikan (dado). Sokrates, sekitar 2500 tahun lalu, telah memperingatkan kita mengenai sikap menerima-hal-yang - dado - secara-naif me-lalui citação mahsyur miliknya (sebagaimana dikutip oleh Platon, cantou murid), hidup yang tidak direnungkan adalah hidup yang tk ak layak untuk Dijalani. Então, apontar o nome de tiga (3) mengajak kita untuk memikirkan implikasi terakhir dari serangan virus turunan ospek yang dibawa oley para agennya, yaitu para panitia ospek (dan, lagi-lagi, para dosen penanggungjawab). Dengan atmosfer yang sengaja diciptakan dan dikondisikan oleh para panitia penyelenggara kegiatan ospek sedemikian rupa, yang terus-menerus mewariskan vírus pengorbanan-diri dan pembalasan dendam terselubung, mahasiswa baru (maba) akan mencoba menipu-diri, mencoba membuat dirinya menjadi diri-yang-lain , Menghilangkan daya-daya kritisnya, agar mereka mampu mengikuti dan mematuhi segala peraturan kegiatan ospek (mulai dari tingkat jurusan, fakultas, sampai tingkat universitas). Mahasiswa baru (maba) yang pada awalnya ingin mengkritisi ospek, karena memahami atmosfer ospek yang tidak akan menguntungkan dirinya, yang akan membekap dirinya penuh-sesak, akan menjadi kerdil, menjadi takut dan lalu memasukkan dirinya ke dalam massa (massas), mahasiswa baru ( Maba) tersebut akan mengubah diri dan lalu menceburkan diri ke dalam lautan kawanan lautan mahasiswa kawanan, agar membuat dirinya sama dengan mahasiswa baru (maba) yang lain dan akan membuat dirinya aman-aman saja hingga kegiatan ospek yang didengung-dengungkan sebagai pencerahan (iluminação ) Selesai digelar. Demikianlah tiga poin penting yang kita telah coba bahas dengan berdiskusi dengan teks Sumarwan, duet Horkheimer-Adorno, berdiskusi dengan keadaan sekitar, mais berdiskusi dengan diri kita sendiri, yang menunjukkan beberapa keberatan kita terhadap ospek yang menjajah kesadaran mahasiswa baru (maba) lewat hegemoni dan Ideologi bekunya yang legal miliknya. Ospek dan Ambivalensi Pada bagian ini kita akan membahas kata ambivalensi yang hinggap dalam diri mahasiswa baru selama kegiatan ospek berlangsung. Ambivalensi Istilah aneh apa lagi ini Secara sederhana, ambivalensi adalah percabangan dua hal yang saling bertentangan dalam satu momenmencintai sekaligus membenci atas suatu hal ataupun seseorang (dan sekelompok orang) dalam satu garis lurus Setelah kita melakukan penelusuran dan pembacaan sejak awal bagian dalam tulisan ini, menceburkan Diri ke dalam lautan negatif mengenai ospek, kita telah sampai pada pembahasan yang menjadi implikasi-lanjut dara pelaksanaan ospek yang membawa vírus turunan, pelaksanaan ospek yang menindas kesadaran secara terselubung9. Mahasiswa baru (maba) yang selama pelaksanaan ospek disodorkan oleh pelbagai peraturan yang berisi perintah kamu harus (dan tak boleh membalas Aku mau) akan mengalami, dalam dirinya, suatu sikap yang ambivalen. Ia, dalam kegiatan ospek, sebenarnya ingin mengkritisi pelaksanaan ospek yang menjajah kesadaran-kekritisan diri. I membenci ospek yang menindas (entah secara halus, entah secara kasar), namun karena para panitia ospek mencoba menyelimuti kegiatan ospek yang ber simptom penyakit ini dengan selubung emas nan luhur kekeluargaan, kekompakan kelompok (atapun angkatan), rasa kebersamaan, kreativitas, bekerja sama Satu sama lain, sikap mahasiswa baru tersebut bercabang menjadi dua. Sikap yang saling bertentangan satu sama lain: ambivalensi Ia membenci pelaksanaan ospek yang penuh vírus turunan tersebut, namun ia mencintai kebersamaan bersama kawan-kawan mahasiswa lain. Ia benar-benar berada di persimpangan jalan yang penuh godaan. Ospek telah membentuk sikap yang ambivalen bagi mahasiswa baru lewat penjajahan kesadaran dan hasrat. Di bagian akhir tulisan ini saya akan mencoba mengajak kita bertanya kembali, meninjau kembali gagasan-gagasan pejal dalam isi kepala kita mengenai ospek. Mau di bawa ke mana ospek yang telah menjadi ritual sakral tahunan ini Akankah kita terus-menerus berkutat pada serangan penyakit turunan ospek ini penyakit penindasan kesadaran dan ambivalensi Di dalam tulisan ini saya tidak hanya ingin membuat para panitia ospek perlu meninjau dan merefleksikan kembali alur gagasan mengenai Pelaksanaan ospek yang selama ini telah (dan tetap) menindas mahasiswa baru, tetapi juga ingin mengajak para mahasiswa baru untuk menjadi agen perubahan (os agentes da mudança) untuk mengembalikan semangat pencerahan ospek ke khittah nya, yaitu semangat antidominasi, semangat perlawanan atas ospek yang, Akhirnya kita harus simpulkan, telah menjadi mitos.10 Bem. Semangat pencerahan dalam ospek harus dibarengi oleh semangat antidominasi yang terus mempertanyakan diri dan gagasan dalam diri secara kritis, terus-menerus menghargai dan merayakan yang liyan (orang lain atau dalam kesempatan ini mahasiswa baru dan para panitia ospek), terus-menerus mendengarkan dan menanggapi kritik Dari yang liyan, terus-menerus melakukan pergerakan diri dan tarian-tarian yang terus berubah secara aktif agar mencegah semangat pencerahan ospek berhenti seperti air yang menggenang. Sumarwan, Odysseus, Mitos, dan Pencerahan: Bayang-bayang Nietzsche dalam Pemikiran Horkheimer dan Adorno, dalam Setyo Wibowo, A. dkk. Para Pembunuh Tuhan. Yogyakarta: Kanisius, 2009, hal. 55-67. Horkheimer, Max e Theodore W. Adorno, Excursus I: Odysseus ou Mito e Iluminismo. Em Horkheimer, Max e Theodore W. Adorno, Dialectic of Illuminment, Nova York: The Continuum Publishing Company, 1989, p. 43-80. 1 Lih. Ardiyansyah, B. R. 2014, Diskusi MLI: Kupas Permasalahan Hukum Ospek di Perguruan Tinggi, Indonésia. Dalam itb. ac. idnews4213.xhtml (diakses pada 18062014 pukul 22:34). 3 Saya akan mengikuti pemaparan Sumarwan, dalam artikelnya, Odysseus, Mitos, dan Pencerahan: Bayang-bayang Nietzsche dalam Pemikiran Horkheimer dan Adorno, dalam Setyo Wibowo, A. dkk. Para Pembunuh Tuhan. Yogyakarta: Kanisius, 2009, hal. 55-67, sembari mengecek terjemahan dari karya Horkheimer-Adorno, Dialética do Iluminismo (Dialektika Pencerahan), tersebut dalam bahasa Inggris (ditranslasikan, por exemplo, John Cumming, 1989, Nova York: The Continuum Publishing Company). 4 Lih. Sumarwan, Odysseus, Mitos, e dan Pencerahan: Bayang-bayang Nietzsche dalam Pemikiran Horkheimer dan Adorno, ibid. Hal. 56-57. 5 Horkheimer dan Adorno menulis, O princípio da necessidade fatal, que reduz os heróis do mito e deriva como conseqüência lógica do pronunciamento do oráculo, não meramente, quando refinado com a rigor da lógica formal, governa em todo sistema racionalista Da filosofia ocidental, mas ele mesmo domina a série de sistemas que começa com a hierarquia dos deuses e, em um crepúsculo permanente de ídolos, entrega um conteúdo idêntico: a ira contra a justiça insuficiente. Lih. Horkheimer, Max e Theodore W. Adorno, Dialectic of Illuminment, Nova York: The Continuum Publishing Company, 1989, hal. 11. 6 Mengenai hal ini, Horkheimer-Adorno menafsirkannya sebagai sebuah hubungan antara tuan yang terikat (Odysseus) dan para buruh (para ABK) yang adalah bentuk awal dari pembagian kerja masyarakat kapitalis. Lih Sumarwan, ibid. Hal. 62. 7 Hal ini ditafsirkan oleh Horkheimer-Adorno sebagai ciri manuscrito pencerahan yang mencoba memperkokoh identitas-diri, namun terjerat jejaring sistem-busuk yang membuat manuscrito pencerahan tersebut kehilangan identitas-diri. Lih. Sumarwan, ibid. Hal. 63. 8 Seperti yang ditulis oleh Sumarwan dalam catatan kaki no. 17 dalam artikelnya, Tertawa di satu sisi menunjukkan kekuasaan atas orang yang ditertawakan, tetapi di sisi lain tertawa juga membuat buta. 9 Kita bisa menghubungkan penjajahan kesadaran terselubung dalam ospek ini dengan konsep ideologi Louis Althusser, seorang pemikir kontemporer Perancis. Me-nurut Althusser, ideologi bergerak di ranah ketidaksadaran ( unconsciousness ), yang lalu membentuk Kesediaan kultural dalam diri manusia yang dijajah yang diwujudkan lewat pelbagai aparatus negara dalam bentuk ideologi . Salah satu efek dari ideologi dalam terang kegiatan ospek adalah naturalisasi kesadaran-diri yang ada nampak alamiah . seolah sudah seharusnya demikian . Manusia, lalu, terancam menjadi robot-massa 10 Mitos yang seolah-olah alamiah dan tak boleh dipertanyakan lagi dasar terciptanya. Perlu kita ingat bahwa semangat pencerahan yang pada mulanya membawa semangat antidominasi, jika kemudian kita malah membuat semangat pencerahan itu mandeg dan membeku dan lalu memeliharanya secara membuta, kita akan mendapati semangat pencerahan itu berubah wujud menjadi mitos yang angkuh. Spam DiblokirUniversitas Padjadjaran Universitas Padjadjaran (Jalan Dipatiukur No. 35) universitas padjadjaran 149 universitas padjadjaran photos 149 universitas padjadjaran location 149 universitas padjadjaran address 149 universitas padjadjaran 149 c45 unpad dipatiukur 149 kampus unpad 149 my unpad 149 padjadjaran university 149 rsgc universitas padjadjaran 149 universitas padjadjaran 149 universitas padjadjaran kenotariatan 149 universitas padjadjaran - kenotariatan 149 universitas padjadjaran bandung 149 universitas padjadjaran dago 149 foursquare, JavaScript. . , JavaScript. Foursquare Foursquare copy space 2017
No comments:
Post a Comment